AD-DHIYA'

Tuhan, Jadikanlah Aku Cahaya!


Diari Merah: Damba KasihMu

Tuhan
Terasa lembutnya belai sayangMu
Bersama kurnia sekalung hidayah
Tapi ada kalanya terasa membahang kemurkaanMu
Seiring patahnya sayap mujahadahku

Tuhan
Langkahku bagaikan mati
Mendaki kasihmu nan sayup tinggi
Namun cintaku bukan palsu
Biar langkahku ke sana sering terganggu

Tuhan
Terlerai sudah ribuan taubatku
Terungkai bersama janji ku yang dulu
Kataku sering mungkiri
Walau ku tahu cintaMu tak pernah meminggir

Tuhan
Walau apapun aku masih terus di sini
Mengemis di dermaga janjiMu yang pasti
Di sini aku masih mendamba kasihMu
Kerna ku yakin kasihMu tak pernah sirna
Selama-lamanya…

Dhiya'
Universiti Sultan Zainal Abidin
Kuala Terengganu

Musafirku: Ujian Kesakitan

Fikiran saya masih tertumpu seputar imtihan lusa nanti. Kenapalah diwaktu-waktu seperti ini ianya hadir. Sungguh menganggu. Saya bangkit ke dapur mendapatkan secawan air. Malam sudah larut, jam hampir menuju 2 .00pagi. Saya buka tingkap bilik, angin pagi menghembus lembut ke celah-celah kulit, dingin terasa

Saya pandang muqarrar Tafsir di atas meja. Saya gapai dan saya baca. Tulisan arabnya sedikit kabur dan ada perkataan yang hilang membuatkan saya sukar memahami secara sempurna apa yang ingin disampaikan oleh Syekh As-Sobuni dalam tafsir Surah Yaasin. Saya tidak betah untuk meneruskan bacaan. Saya bangkit dan merebahkan tubuh di atas katil.

Saya cuba melelapkan kedua belah mata tapi tidak bisa. Rasa mengantuk yang tadinya mengajak untuk tidur kian lenyap dikit-dikit. Kepala terasa berat. Seperti ditusuk puluhan jarum dan pisau. Tidak henti-henti saya berdoa dan menyebut-nyebut nama Allah. Saya merayu, menangis dan merintih. “Ya Allah, hilangkanlah kesakitan ini.”

“Di dalam Surah Yaasin ada tujuh perkataan ‘mubin’ yang terletak dihujung ayat.” Kata Ayah Cik. Dia mentor saya semasa program Kem Bina Tata Negara.

“Berhenti diperkataan ‘mubin’ itu, kemudian sapu dada dan bacalah doa, “Ya Allah hilangkanlah penyakit yang ada dalam diriku atau kembalikannya kepada pembuatnya.” Terang beliau.

Saya tutup muqarrar Tafsir. Saya ambil al-Quran, saya selak lebarannya perlahan-lahan. Muka surat 440, surah yang ke 36. Saya terus membacanya seperti yang diajarkan Ayah Cik. Sewaktu saya melantunkan kalimah-kalimah suci itu badan saya terasa panas. Sepertinya ada bara api yang sedang membaham tubuh saya. Embun subuh yang tadinya terasa dingin menyerap tubuh hilang tiba-tiba. Saya kuatkan diri. Saya teruskan bacaan hingga selesai pada ayat terakhir. Aduh saya merasa kesakitan yang teramat sangat. Hampir saya tidak kuat menempuhnya. Mulut saya tidak henti berkumat-kamit membaca doa dan zikir-zikir kepada Allah SWT. Memohon perlindungan dan kekuatan daripadaNya.

“Ya Allah, cubaan apakah ini?” keluh saya.

“Ampunkan dosa saya. Pelihara saya dari gangguan ini.” air mata saya terus berderai merayu dan menyeru nama Allah SWT. Sungguh sungguh. Dalam hati hanya ada Dia. Saya segera bingkas dari tempat duduk menuju ke bilik air untuk berwuduk. Saya mahu bersolat. Terasa berat ditambah dengan bisikan-bisikan curang syaitan yang mengajak untuk melalaikan Tuhan. Saya lawan. Dalam solat saya tekun menitip bicara kalamNya. Mengharapkan belas dan rahmatNya. Saya menangis dan terus menangis. Usai bersolat saya berdoa lagi. munajat-munajat saya terasa sayu menderu hati. Kain jubah berwarna biru yang saya pakai sudah basah dengan titis air mata. Saya sudah tidak ingat apa-apa lagi kecuali Allah dalam hati.

“Allah! Allah! Allah!” zikir saya.

“Dua. Dia ada dua.” Bisik suara ke telinga saya.

“Tidak, Dia hanya satu.” Tegas saya.

“Dua! Dua! Dua!” tengking suara itu.

“Ahad! Ahad!” saya bertegas lagi.

“Dua. Percayalah Dia ada dua.” Suara itu semakin kuat dan mendekat pada rongga telinga hingga membuatkan saya terjaga.

“Ah. Saya bermimpi rupanya.” Bisik saya dalam hati. Lalu mengisyaratkan meludah tiga kali ke kiri. Tubuh saya dipenuhi peluh menyebabkan bantal dan tilam saya sedikit basah. Di dalam terasa sakit. Saya tahan. Jam sudah menuju 4.00pagi. Saya bangun mengambil air minuman di atas meja. Air yang telah dijampi dengan ayat-ayat suci al-Quran dan doa-doa mathur oleh Ustaz Burhanuddin. Ketika menghulurkan tangan menggapai air tersebut, tangan kanan saya tiba-tiba kesakitan. Seperti ditusuk sebilah pisau. Saya tidak mampu menggerakkan tangan itu dengan sempurna. Tiba-tiba tangan saya terasa sakit. Tanpa sebab dan musabab. Apakah semua ini.

“Ya Allah, jangan kau uji aku dengan sesuatu yang tidak mampu aku hadapi.” Bisik saya. hati saya luluh. Terasa lemah pada segenap tubuh. Saya tidak punya kekuatan. Hanya ingatan pada Allah penjamin kehidupan. Saya sepertinya sedang bertarung dengan sesuatu. Saya tidak tahu itu apa. Saya tidak melihatnya. Hanya suara dan bisikan yang kadang kala menganggu fikiran. Saya merasa ada orang lain yang sedang bersama dengan saya. Sedang dibilik hanya saya seorang sahaja, tiada berteman. Apakah ini semua?

Saya tidak mahu terus memikirkannya dengan dalam. Saya sudah tidak kuat lagi. Kudrat saya seakan berada dihujung mata pedang. Saya rebahkan tubuh yang semakin longlai pada katil. Saya seperti mahu terlelap lagi.

Azan subuh yang berkumandang pada corong masjid universiti mengejutkan saya dari pembaringan. Saya cuba bangkit. Tangan kanan saya masih sakit. Saya paksakan diri. Kepala terasa berat tapi saya tahan dan saya kuatkan. Saya mendirikan solat di dalam bilik sahaja. Saya tidak kuat untuk ke masjid. Dalam sujud saya pinta sungguh-sungguh kepada Allah agar mengurangkan kesakitan yang saya alami saat ini. Ubun-ubun kepala terasa sakit lagi. kepala seperti ditusuk tombak. Sangat sakit. Saya cuba bangun melangkah mendapatkan segelas air. Lalu saya tidak tahu apa yang terjadi. Hanya kilatan cahaya putih yang terlihat lalu gelap seluruhnya.

Dalam kekaburan gelap saya melihat ada cahaya. Perlahan-lahan saya membuka mata. Yang kelihatan hanya warna putih. Kepala masih terasa berat. Saya pandang keliling. Samar-samar saya melihat seperti wajah Asmar.

“Alhamdulillah. Zaid sudah sedar?” suara Asmar serak. Saya pandang wajahnya.

“S..saya di...di mana Mar?” lidah terasa kelu sekali.

“Di hospital.” lirih Asmar.

“Kenapa?”

“Zaid rehat ya. Jangan fikirkan apa-apa dulu.”

Saya cuba mengingat-ingat apa yang terjadi pada sehingga saya bisa berada di sini. Kepala masih terasa pedih. Asmar memandang saya dengan mata berkaca.

“Sudah pukul berapa Mar?” tanya saya.

“Dekat pukul 2.00 pagi.”

“Saya belum solat Zohor, Asar, Maghrib dan Isyak.” Keluh saya. Saya lalu bangkit. Tapi seluruh tubuh terasa lumpuh. Kepala tiba-tiba terasa sakit sekali.

“Aduuh! Astaghfirullah!” saya menahan sakit tiada terkira.

“Kenapa Zaid?”

“Kepala saya terasa sakit sangat.” Bisik saya lalu semuanya kembali terasa gelap.

Saya mendengar suara orang menyeru sama seperti malam itu.

“Tuhan ada dua.”

“Dua! Dua! Dua...” semakin dekat suara itu bergema ditelinga. Saya cuba melawan dan terus bertegas.

“Satu! Satu! Tuhan itu satu. Allahu ahad...” dalam sesak saya cuba berbicara tegas. Tiba-tiba jantung saya terasa seperti ditikam puluhan jarum-jarum. Sangat menyakitkan. Nafas terasa menyesakkan. Saya tidak tahan. Saya meraung kesakitan. Saya menangis. Saya ulang-ulang membaca ayat Kursi dan doa pelindung. Saya berselawat Syifa’. Daun telinga saya menangkap suara bacaan ayat-ayat suci al-Quran. Saya merasa ada sentuhan halus di pipi. Saya mengerjapkan mata.

“Anakku, kau sudah sedar,” suara serak seorang lelaki. Saya berusaha membuka mata selebarnya. Semakin terang. Saya melihat wajah bersih. Dia duduk di kursi dekat dengan dada saya. 

“Us..Ustaz?!” saya cuba memanggilnya, tapi cuma bibir yang saya rasa bergerak tanpa suara.

“Ya anakku, bagaimana keadaamu. Apa yang kau rasa sekarang?” ia mendekatkan wajahnya ke wajah saya. saya seakan melihat ada dua orang wanita sedang berdiri kaku memerhatikan saya. seorang berbaju biru laut bertudung labuh. Dan seorang lagi? saya rasa kenal orang itu. Berbaju gelap memakai niqab.

“Za..Zahra.” seru saya dalam hati. 

Saya melihat di sebelah kanan ada tiang besi putih, ada tabung infus tergantung di sana. Di bawah tabung ada selang kecil mengalirkan air infus ke dalam nadi tangan kanan saya. Air infus terus menitis seperti embun di musim hujan. Saya kembali merasakan pedih dalam tempurung kepala. Seperti ada ratusan paku menancap. Saya berusaha menahan dengan memejamkan mata dan otot rahang menegang.
“Kepala saya terasa sakit sekali.”

“Biar saya panggil doktor.” aju wanita berniqab itu lalu hanya hayunan kaki terlihat kabur berlalu. Tidak lama kemudian datang seorang doktor lelaki. Doktor itu memasang menempelkan tangannya di kening saya. Memeriksa tekanan darah saya. Memasang termometer sebesar pena di ketiak. Dan dengan suara yang lembut menanyakan apa yang saya rasakan serta membujuk hati saya. Ia lalu mengambil termometer dan melihatnya. Lalu menuliskan sesuatu di dada fail yang di bawanya. Kemudian menyuntikkan sesuatu lewat jarum selang infus yang menancap di tangan kanan.

“Suntikan untuk meredakan rasa sakit. Kamu akan cepat sembuh,” kata doktor itu. Zahra' mengamati dengan saksama apa yang dilakukan doktor itu pada saya. Ia berdiri di samping ranjang bersebelahan ibunya. Wajahnya yang ditutupi kain, hanya matanya yang bisa terlihat. Saya melihat ada manik-manik jernih pada celah matanya. Sekejap ia menyapu manik itu.

“Ah, aku paling tidak tahan melihatnya menitiskan air mata.” Bisik saya dalam-dalam.

bersambung...


Dhiya’
Universiti Sultan Zainal Abidin
Kuala Terengganu

Diari Merah: Ungkapan Cinta


"Uhibbuka Ya Akhi..."

Lewat ungkapan itu yang ku terima dari seorang muslimah melalui SMS membuat jiwaku resah. alangkah besar kalimah itu, tidak selayaknya diberikan untuk insan yang seperti aku, yang sangatlah lemah sifatnya, yang tidak punya apa-apa. selayaknya ungkapan itu ditujukan kepada Tuhanku, Allah Yang Maha Pengasih.

"Uhibbuka ya Rabbi" bisikku.

aku terdiam seribu bahasa tidak bisa mengungkap apa-apa. aku bingkas mengambil wuduk, aku mahu solat dua rakaat, resah ini mesti dipintal. lalu aku berbisik pada Tuhanku,

"Ya Allah, apakah semua ini ujian darimu untuk membuktikan kesetian cintaku padaMU? Jika benar ya Allah, aku tidak akan berganjak, aku akan setia dengan cintaku padaMU..."

"Ya Allah, jika ujian ini sebagai isyarat untuk bukti cintaku padaMU, maka aku redha ya Allah..."

"Ya Allah jangan bolak balikkan hatiku, tetapkanlah aku dengan cintaMU. Aku mendamba cintaMU, cintaku hanya padaMU Tuhan..."

"Ya Allah maafkan aku, maafkanlah muslimah ini. Kami lemah dan sering melakukan kesilapan. Ampunkan kami..."

Aku menangis, aku mahu terus menangis kerana aku takut kehilangan cintaMU...


September 2008
KIP


Dhiya'
Universiti Sultan Zainal Abidin
Kuala Terengganu

Cintaku Demi Tujuh Golongan


Saya cemburu!

Tidak tahu mengapa perasaan itu terus-menerus menderu pada segenap jiwa dan perasaan. Mencemburi seseorang yang saya cintai kerna Allah Taala. Semoga rasa cemburu saya itu jua kernaNYA sering rasa cinta saya padanya, cemburu kerna Allah.

Mai!

Sungguh-sungguh pada belahan jiwa, aku terlalu merindui dirimu. Mungkin juga aku sudah mabuk dalam kerinduan pada kenangan lalu. Sangat menyeksakan. Aku ingin sekali mahu melepaskan kerinduan itu jauh-jauh. Aku mahu membebaskan kenangan itu pergi dari terus terpenjara dalam hati. Bebaslah! Pergilah! Sang angin bawa ia pergi.

Mai!

Membaca tulisanmu pada bercerita hal kehidupan di Ardul Kinanah yang diberkati Allah itu, sangat mengembirakan hati, menghiburkan jiwa. Tidak henti-henti aku berdoa semoga Allah tetap terus memberkatimu dan kehidupanmu. Jujur dalam kegembiraan, aku mencemburuimu. Cemburu kerana engkau bisa menadah selautan ilmu di bumi warisan Anbiya’ itu. Aku cemburu kerana Allah telah lebih memilihmu berbanding aku. Bertuahnya dirimu.

Mai!

Aku benar-benar cemburu. Dan semoga cemburuku itu kerana Allah. Sama seperti cintaku padamu. Cinta kerana Allah. Cinta demi tujuh golongan yang bakal dinaungi pada Arasy Allah dihari penghakiman kelak. "Bertemu keranaNYA dan berpisah jua keranaNYA.”

Salam Mujahadah & Selamat Berjuang Kekasihku!



Dhiya’
Universiti Sultan Zainal Abidin
Kuala Terengganu

*Diari Merah: Jangan Tinggal Daku Tuhan


Ya Allah
Ketika ini ku rasai jarak antara kita ian menjauh. Hari-hari yang ku lalui tidak lagi seperti dahulu, kala ku cuba mendambaMU. Sungguh ku merasa kekurangan pada kehidupan ini. Pada hari-hari yang ku lalui, sunyi , suram tanpa cinta dan keindahan hidup bersamaMU.

Ya Allah
Alangkah terketuk pintu hatiku saat membayangkan adakah saat ini Engkau melupaiku? Saat ini terlintas dibenak jiwaku kerisauan dan kebimbangan. ‘Adakah engkau hendak meninggalkanku.’ Aduh betapa ku rasa khuatir.

Ya Allah
Entah perasaan apa yang ku rasakan saat ini. Aku tercari-cari sinar yang pernah menembusi hatiku. Ku teraba-raba mencari kemanisan yang pernah ku kecapi. Persaan berTUHAN.

Ya Allah
Ku akui ketika ini aku jarang menangis lagi. air mata ini sudah merasa mahal untuk menitis kerana takutkanMU. Adakah hati ini sudah sirna dengan iman? Kabur? Gelap? Apa yang kurasakan sangat menyesakkan.

Ya Allah
Ibadahku, zikirku, munajatku, jihadku semakin berkurang. Tologlah aku! Tologlah aku wahai Tuhan. Jangan biarkan aku. Jangan tinggalkan aku. Ampuni aku ya Allah.

Ku tagih redhaMU Tuhan…

'HambaMu yang fakir'


Dhiya'
Universiti Sultan Zainal Abidin
Kuala Terengganu

Ya Khalili



Subuh ini, tengah-tengah saya bergelumang dengan tugasan menyiapkan kerja-kerja yang teramanah saya dikunjungi panggilan telefon darinya. Perasaan bercampur gembira dan kehairanan. Gembira kerana menerima panggilan darinya. Hairan kerana pagi-pagi lagi dia menelefon saya. Pastinya dia terjaga, bangkit hendak menunaikan solat malam. Saya kira dia ada hajat besar.

Asmar!

Saya benar-benar merindukannya. Membanyangkan paras rupanya yang bersih indah. Senyumannya yang sentiasa mengiringi kehidupan saya dihari-hari lalu. Saya tidak merasa puas hanya dengan mendengar suaranya dicelah telefon. Saya mahu mendakapnya erat. Seerat ukhuwah yang tertanam dalam hati.

Asmar, saya mahu mengulangi ungkapan yang pernah saya lafazkan dulu.

“Jika ada seorang teman yang akan ku angkat sebagai khalilku, maka dikaulah orangnya.” 

Saya cintamu kerana Allah SWT. Sunguh kerana-Nya!

Doakan kesejahteraan sahabatmu.


Dhiya’
Universiti Sultan Zainal Abidin
Kuala Terengganu

Serulah!



Saat ini kita dahagakan iman…

Kala ini kita rindukan suasana Islam…

Kita mahukan cara hidup bersyariat…

Lahirlah para daie dan daiyah…

Bangkitlah para Jundullah!

Bangun mahasiswa Islam…

Mukminin serta mukminah… 

Luruskan ‘saff’,

Satukan ‘fikrah’

Teguhkan prinsip,

Langkah bersama,

Satu hati dan satu jiwa,

Bersatu dan terus menyatu,

Berilah peringatan…

Seru dan teru menyeru…


Dhiya'
UNiSZA, Kuala Terengganu

‘Durrah Safiyyah’ - Melabuhkan Tirainya


Hamdalillah!

Syukur program forum ‘Durrah Safiyyah’ bisa berjalan dengan lancarnya mengikut apa yang dirancangkan. Bertemakan ‘Wanita Mukminah Permata Ummah’ kami ahli jawatankuasa program serta Persatuan Mahasiswa Usuluddin (PMUS) punya hasrat menggunung agar perbincangan forum ini mampu menyuntik kesedaran ber’syariat’ dalam hidup para mahasiswi khususnya dan seluruh warga Universiti Sultan Zainal Abidin (UNiSZA) umumnya.

Saya menyetujui lontaran kata-kata ahli panel, al-fadhilah Ustazah Nur Salimah berkenaan saranan kita mempergiatkan usaha dakwah di bumi UNiSZA. Membangkitkan semulah bi’ah Islamiah di sini sebagaimana Kolej Ugama Sultan Zainal Abidin (KUSZA) dahulu. Bahkan di zamannya telah lahir ramai aktivis Islam, daie, muallim dan mereka yang berpegang teguh dengan Dinul Islam.

‘Di mana para daie…’

‘Di mana golongan munzir…’ katanya.

‘Hidupkan amalan nasihat menasihati dan tegur menegur…’ tambahnya.

Agar program ini tidak sekadar berlegar di meja perbincangan. Maka kami (PMUS) mengajak diri dan seluruh warga UNiSZA beriltizam pada apa yang telah disampaikan dengan menzahirkan melalui perbuatan. Lalu mengajak teman-teman seagama, ‘Hidup bersama Islam’.

Agar lahir para muslimah yang suci hatinya, yang bersih fikrahnya lalu tampaklah keindahan pada akhlak dan peribadinya dek simbahan Iman, ‘Terpandang, Teringat Tuhan. Memandang, Memuji Tuhan.’ Itulah Durrah Safiyyah.

Salam untukmu wahai Permata Suci!



Dhiya’
UNiSZA, Kuala Terengganu

Agar Hatiku Tak ‘Buta’



(Diam)

Subuh yang terus berlalu

Ada kicau beburung

mengalun-alun zikir untuk Khaliqnya

ada suara manusia melantun Kalam-Nya

Sayu! Indah! Merdu!

Sedih…Takut...

Sepertinya Tuhan sedang berbicara


“Sesungguhnya pokok Zaqqum, -

(Buahnya) menjadi makanan bagi orang Yang berdosa (dalam neraka).

(Makanan ini pula panas) seperti tembaga cair, mendidih Dalam perut, -

Seperti mendidihnya air Yang meluap-luap panasnya.

(lalu diperintahkan kepada malaikat penjaga neraka): "Renggutlah orang Yang berdosa itu dan seretlah Dia ke tengah-tengah neraka.

"Kemudian curahkanlah di atas kepalanya - azab seksa - dari air panas Yang menggelegak".

(serta dikatakan kepadanya secara mengejek): "Rasalah azab seksa, sebenarnya Engkau adalah orang Yang berpengaruh dan terhormat (dalam kalangan masyarakatmu)"

(kemudian dikatakan kepada ahli neraka umumnya): "Sesungguhnya Inilah Dia (azab seksa) Yang kamu dahulu ragu-ragu terhadapnya!" (Ad-Dukhan: 43-50)


Ah, Saya mahu menangis!

Tidak bisa...

‘Bayangkan seksa itu!’

‘Menangislah…Menangislah…’ pujuk si hati.



Dhiya’
UNiSZA, Kuala Terengganu

Khabar Dari Seberang


Bumi Aceh sudah bertukar gelap. Di masjid, surau dan madrasah terisi dengan kuliah ilmu yang di pimpin oleh para ilmuan yang berwibawa. Bumi Serambi Mekah ini kaya dengan ilmu. Di sini telah lahir ramai para ulamak. Syukur saya dapat berada di bumi ini. Walaupun keadaannya sedikit berbeda daripada dahulu. Namun semua masih bisa hidup secara aman.

Malam ini saya tidak tahu untuk berbuat apa. Kepala masih terasa sedikit sakit. Saya cuba mencari hidangan yang bisa meredakan beban kesakitan yang saya tanggungi ini. Saya cuba untuk membuka internet, menziarahi blog teman-teman. Kalau-kalau ada khabar dan perkembangan baru daripada seberang, tanah tumpah tercinta. Saya singgah melewati blog seorang teman sewaktu kuliah dahulu. Beliau sekarang sedang menuntut di sebuah universiti di Malaysia, sedang saya terlantar jauh di bumi orang. Saya buka blog tersebut. ‘Jangan Lacurkan Tanah Ini’ tajuk artikel tertera pada blog.

Di awal keberadaan saya di bumi ini, hampir sahaja saya tidak percaya bahawa saya sedang berpijak di universiti ini. Lama dahulu saya sering kali diperdengarkan akan kehebatannya sebagai sebuah pusat pengajian Islam (IPT). Terlalu pantas perubahan berlaku. Kini kolej universiti ini dahulunya telah dinaik taraf dan diubah sebahagian sistemnya. Lalu perubahan yang berlaku ini juga telah turut menjangkit (merubah) bi’ahnya dan para mahasiswanya. Suasana Islamiknya juga semakin menyurut. Jasad kolej Islam dahulunya mungkin sudah terkubur ditanah sendiri. Di tanah yang kita pijak sekarang ini.

“Kembalikan suasana dahulu.” Tegas seorang mahasiswa.

“Dahulu lebih baik dari sekarang. Kami mahukan suasana dahulu.” Tambah seorang lagi.

Mungkin ramai dikalangan mahasiswa zaman kolej Islam juga tenaga pengajarnya (pensyarah), yang merindui suasana kolej Islam dahulunya. Dan mungkin ramai yang akan mengangkat suara bantahan apabila ada slogan ‘Kembalikan kolej Islam” dicetuskan. Seperti itulah ada pro dan kontranya. Yang bersetuju pastinya membawa hujah positif. Yang membantah juga tidak kurang dengan hujah yang baik dan mampu diterima.

Tanah yang kita pijak sekarang ini tidak pernah berubah. Yang diubah hanyalah namanya. Kolej Islam yang dahulunya sebuah kolej dibawah kerajaan negeri lalu dinaik taraf menjadi universiti, maka mestinya nama itu ditukar. Hakikatnya tidak timbul soal nama dan istilah.

Ada benarnya jika kita mengatakan perubahan kolej Islam ini disebabkan penaik tarafan sebagai universiti. Kerana sifat yang ada pada universiti adalah ‘independent’. Aku adalah aku. Kamu adalah kamu. Istilah mudahnya ‘nafsi-nafsi’. Mahasiswa bebas berbuat apa kecuali tidak melanggar peraturan AUKU. Mahu berdua-duaan antara lelaki dan wanita tanpa ikatan? Bebas berpakaian? Bebas bergaul tanpa batas agama?

Selama satu semester saya terhidang dengan suasana jijik di tempat mulia ini. Penghuninya telah mengotorkan tempat ini dengan tingkah-tingkah mereka yang jelek. Mereka membawa sampah-sampah kotor (perangai buruk) dari luar lalu dicampakkan di sini. Ke tempat suci ini. Akhirnya bumi ini telah kotor, dicalit oleh dosa-dosa sebahagian penghuninya yang sombong dan bongkak.

Mereka tanpa segan silu mengadakan konsert hiburan yang melalaikan ditambah dengan aksi tarian yang melampau. Mereka dengan berani menghalang segala tindak tanduk pergerakan mahasiswa Islam. Mereka obsis pada aktiviti Islamik yang dimahukan mahasiswa. Mereka membelakangi kita. Mereka menganak tirikan kita. Mereka mengenepikan hak kita. Mereka melakukan sesukanya menurut kehendak dan keinginan mereka. Mereka telah mencabar kita. Cis!

Jangan dicabar mahasiswa Islam!

“We are the young angry man.”

Jangan dijadikan tanah yang suci ini sebagai tempat untuk kalian melempiaskan nafsu buruk dan dosa noda.

Jangan! Tanah ini suci.

Titipan,

Muhammad Furqan

Membaca e-mel darinya, saya seperti turut sama berkongsi apa yang dirasainya saat ini. Dia berbicara dari lubuk hati yang dalam. Luahan perasaan seorang mahasiswa yang cintakan kedamaian dan ketenangan ajaran Islam.

Membaca titipannya, saya merasa sudah cukup meringankan kepala yang tadinya terasa berat. Sakitnya mulai beransur hilang.

“Semoga Allah memberkatimu saudaraku. Muhammad Furqan.”


Dhiya’

Kampus KUSZA, UDM

Durrah Safiyyah

Aku Ingin Mencintai-Mu

Tuhan betapa aku malu
Atas semua yang Kau beri
Padahal diriku terlalu sering membuatMU kecewa
Entah mungkin karna ku terlena
Sementara Engkau beri aku kesempatan berulang kali

Agar aku kembali
Dalam fitrahku sebagai manusia
Untuk menghambakanMU
Betapa tak ada apa-apanya aku dihadapanMU

Aku ingin mencintaiMU setulusnya,
Sebenar-benar aku cinta
Dalam doa
Dalam ucapan
Dalam setiap langkahku
Aku ingin mendekatiMU selamanya
Sehina apapun diriku
Kuberharap untuk bertemu denganMU ya Rabbi