AD-DHIYA'

Tuhan, Jadikanlah Aku Cahaya!


Falling In Love...


RASANYA baru seminggu lebih aku bekerja, tapi terasa seperti sudah berbulan-bulan. Kadang timbul rasa, seperti baru kemarin aku bekerja. Kenapa begitu?

Jawaban pertama. Aku mula bekerja pada pertengahan bulan yang lalu. Seingat aku tanggal 19 Januari. Nah, sekarang sudah 29 Januari. Bermakna benar sudah seminggu lebih aku bekerja.

Jawaban kedua. Sesetengah orang bekerja merasa sudah lama dengan tugasnya, padahal belum pun sampai sebulan atau seminggu. Barangkali kerna bosan dan tidak ada hati dengan kerja yang dilakukannya. Sebahagian yang lain merasa bekerja sudah lama, kerna banyaknya kerja dan tugasan yang dilakukan setiap hari walaupun sebenarnya baru beberapa hari dia bekerja. Ada juga orang yang merasa sudah lama bekerja di sesuatu jabatan, kerna memang sebenarnya sudah lama bekerja dan menunggu harinya pencen.

Dan aku termasuk kelompok bahagian kedua, bekerja 10 hari untuk kerja 10 bulan. Al-waajibaat aktsaru minal auqaat, ‘tanggungjawab dan kerja yang dilakukan melebihi waktu yang ada’, kata Imam Al-Banna.

Jawaban ketiga - rasa seperti baru kemarin bekerja - adalah jawaban yang sukar untuk kujelaskan, sukar tahap gaban. Kerna ternyata ia bersangkutan soal hati dan perasaan. Maka kalian harus selami jiwaku untuk menemukan jawaban.Silakan.

Kesimpulannya ku nyatakan,

Kawan, ikhlaskan dirimu melakukan tugas kerna Allah ta’ala. Pasti kau akan merasa senang dengannya.

Fall in love with your job!


Dhiya’
Masjid al-Muktafi Billah Shah
6 Rabi’ul Awwal 1433H   

Sang Maha Karya

KENAPA YA, pada masa kecil-kecil kalau guru menyuruh melukiskan permandangan, selalu begini stailnya; lukis dua bukit bentuk V terbalik, lukis matahari dipenjuru atas kertas lukisan dan antara kedua bukit bersegi separah serta bermata dua dan tersenyum, lukis burung-burung menggunakan huruf M...???

Waktu dibangku sekolah, aku paling mencinta subjek Pendidikan Seni. Dengan hanya mengoperasikan otak kanan, bagiku ianya tidak sulit, tidak sukar dan tidak dependensi. Aku cukup senang mengikuti kelas-kelas lukisan. Aku berani mengaku, yang aku tergolong murid paling rajin hadir ke bilik Seni, tidak pernah mangkir meski sekali. Bangga!

Tapi yang benar, biar aku terus-terang, aku bukanlah seorang superior sebanding Da vinci, sang pelukis Mona Lisa yang terkenal itu. Buktinya sehingga kini aku tidak menjadi seorang artist...tu kan.

Arca Tuhan

Sore itu, di kaki langit matahari menyinar tapi dengan rasa malu kerna ada awan-awan lembut menengkup. Petunjuk hari beransur senja. Gunung dan bukit berjajaran, melatari nuansa alam, membentuk sebuah banjaran. Ya, Banjaran Titiwangsa.

Banjaran yang menganjur kira-kira 500km itu tampak gah mendasari bumi. Dilitupi gumpalan putih yang saling menyatu menjadi tasik kabus, indah dan menggoda.  Kuperhatikan seni arca itu dengan teliti dan saksama. Indah dan memukau. Tenang dan mendamaikan.  Aku jadi terpesona. Maaf, tidak hanya terpesona, aku takjub. Sempat kuberbisik, andainya ia sebuah lukisan, tentulah ianya sebuah karya paling sempurna sekali. Yang tidak akan pernah ada seteru tandingan. Walau ditangan Da Vinci sekalipun, sungguh tidak akan pernah!

Aku merenung tajam, berfikir kemudian aku tenggelam dengan samudera kejadian, langit, awan, bukit, gunung, matahari, kabus, udara,  tasik, tumbuhan...

Ah, kejadian yang seindah ini. Ada yang bercahaya, ada yang berarak, bergerak perlahan, ada yang terpaku kaku. Jingga, biru, putih, hijau. Ada yang terliputi arah dan tempat, di atas, di bawah, timur, barat, utara dan selatan. Reka cipta yang penuh teliti, diatur rapi. Tona warnanya kontras tapi serasi, hidup dan menyegarkan. Seperti lukisan baru siap.   Semuanya kelihatan ajaib. Menyihir. Bikin hatiku terketar takzim. Hebat!


“Oh, siapakah gerangan sang pemeta yang hebat ini?”

“Dan Sesungguhnya jika Engkau (Wahai Muhammad) bertanya kepada mereka itu: ‘Siapakah Yang menciptakan langit dan bumi?’ sudah tentu mereka akan menjawab: ‘Allah’...”

Allah!

Sang Maha Karya.


Dhiya’
Kuala Terengganu
24 Safar 1433H

Terima Kasih Tuhan


MUSIM PEPERIKSAAN selalu seperti ini, memenatkan dan meletihkan. Fikiran dan tenaga digunakan sehabisnya. Makan dan tidur? Usah dikira.  Mujur di dewan peperiksaan semua berjalan baik, tenang dan tidak menyulitkan. Empat madah pertama benar-benar menguji.

Tadi, usai madah Falsafah Akhlak aku kecapekan. Empat malam turut-turutan bergadangan. Dan semalaman aku bergadang lagi, menghafal kalimat-kalimat falsafah berbahasa Arab, begitu menyulitkan. Sempat ku ta'bir bahwa peperiksaan sungguh menyeksakan. Ampun!

Malam ini aku mahu menunaikan haknya tubuh. Istirehat. Paper seterusnya akan bersambung Sabtu ini dan berakhir Isnin nanti. Aku masih punya tiga madah; Haqaiq al-Tasawuf, Muqaaranah al-Adyan dan Kemahiran Komunikasi.

Sambil istirehat, menghimpunkan kudrat yang telah tergunakan, sambil menikmati suara ustaz Haji Razdi Kamarul Hailan mengalunan ayat suci al-Quran, kutatap helaian-helaian yang tertulis pada kitab Kanz al-Minan ‘ala Hikam Abu Madyan, tulisan al-Arifbillah Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathoni.  Kitab ini merupakan syarah kepada Hikam Abi Madyan yang diterjemahkan Syeikh Daud ke bahasa jawi lama.

Ikhlas kukatakan, mentelaah tulisan-tulisan Syeikh Daud al-Fathoni memang menduga. Kuambil contoh  Bughyah al-Thullab dan Furu’ al-Masa’il, perlu tekun dan cermat selain tahu bahasa Arab. Barangkali kerna tona bahasa, meski sulit dimengertikan tapi indah dan mengasyikkan sebenarnya. Syukur juga kerna aku diberi kesempatan bertalaqqi dengan Syeikh Mizi - guru yang sangat aku hormati dan cintai – Kealimannya, sifat waraknya, disiplinnya, rendah hatinya, sungguh benar memikat. Sekurang-kurangnya Allah memberikan kesempatan untuk aku mendalami ilmu. Paling tidak aku bisa merasakan lazatnya ilmu. Kerna antara anugerah besar Allah ta’ala kepada hambanya, diberiNya seseorang kesempatan untuk belajar dan mencari faham agama. Terima kasih Tuhan!

Jujur aku senang berada di sini. Di bumi Terengganu. Lebih-lebih lagi di tanah Kolej Ugama Sulthan Zainal Abidin, KUSZA. Tempat yang telah melahirkan  ramai cendiakawan Islam. Tempat yang dahulunya menjadi rujukan kerna khazanah ilmunya yang terjaga baik. Tanah yang pernah dijejak ‘alim ulamak, mendidik anak-anak bangsa. Tempat ini disimbahi keberkatan. Tanah ini berkat kerna telah diwakafkan untuk ilmu. Ya, semata-mata demi ilmu.

Tapi...

Tapi saat ini aku tidak tahu. Apakah masih ada keberkatan dari Tuhan? Apakah tempat ini masih dinaungi malaikat-malaikat penyayang? Memuji-muji dan beristighfar untuk penghuninya yang sedang menuntut ilmu. Masihkah? Atau rahmat dan keberkatan sudah diangkat ke langit. Atau syaitan-syaitan sedang berkeliar di sana sini.  Atau barangkali para malaikat sudah tidak tega mendoakan, kerna malu melihat tingkah kita. Atau tanah ini sedang menangis mengenang dosa noda kita. Apakah?

Tuhan, semoga tanah dan tempat ini masih seperti dahulu. Semoga keberkahan masih tetap terus tercurahkan. Semoga para malaikat masih sudi melindungkan sayapnya dan mencurah doa. Semoga tanah ini masih sudi berbakti menabur jasa. Kerna di sini masih ada yang ikhlas. Kerna di sini masih ada yang takutkan Tuhan. Kerna di sini masih ada yang sering menangis ditengah malam. Kerna di sini masih ada yang berzikir-zikir membesarkan Tuhan. Kerna di sini masih ada yang tekun mencari dan mengajarkan ilmu. Kerna di sini adanya pemuda, pemudi dan pendidik yang cintakan agama.

Kerna di sini...

Kerna di sini masih ada kami. Yang mencintaiMu dan mencintai agamaMu.

Peliharalah dan kasihani kami, Tuhan!


Dhiya’
Dewan Peperiksaan UniSZA
12 Safar 1433H