"Pohon pun menangis ditinggalkanmu,
Alangkah aku..."
-Dhiya'-
Semua hal yang kuketahui tentang Nabiku adalah istimewa.
Sangat istimewa. Ada cerita yang masih kuingat tentangnnya. Meski agak kabur,
hal itu kuingat. Yaitu sewaktu Nabiku diheret dan diusir keluar dari kota Thaif
dengan kasar.
“Keluarlah engkau dari negeri kami!”
Kuingat cerita itu, orang-orang berhimpun ikut serta menghalaunya sambil mencela dengan
kata-kata kesat dan kuingat anak-anak muda nakal membaling batu ke arah
tubuhnya. Sehingga luka
tubuh dan kepalanya. Kakinya dilimpahi darah memenuhi terompahnya.
Tiba-tiba Zaid
yang ikut serta bersama, menjerit-jerit. Melihatkan apa yang terjadi, sungguh
tidak tega melihat sahaja Nabi yang dicintai dihina, diperlakukan sedemikian
rupa. Tak pantas sungguh. Ia menjerit lagi, langsung meluruh ke arahnya, lalu
mendakap tubuh baginda, berusaha menahan dan melindunginya dari dijamah
lontaran batu-batu. Tak dihiraukan keadaan diri, asalkan Nabi tidak tersakitkan.
Mereka terus berlalu meninggalkan kawasan itu sehinggalah berhenti disuatu
tempat. Dalam keadaan dibasahi darah dan rasa sedih yang mencengkam, Nabi mengadu
kepada Allah;
“Wahai Tuhanku,
Kepada-Mu sahajalah tempatku mengadu kelemahan tenagaku, kurang helahku dan bertapa
kehinaanku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih, Engkaulah Tuhan
orang-orang yang lemah. Dan Engkaulah Tuhanku, kepada siapakah akan Kau serahkan
diriku? Adakah kepada mereka yang jauh, yang membenciku atau kepada musuh yang
Kau berikan kuasa ke atasku? Seandainya Engkau tidak murka kepadaku, maka tidak
akan kupedulikan, tetapi kemaafan dan kurniaan-Mu lebih luas untukku...”
Allah mengetahui
apa yang terjadi ke atas Nabiku. Malaikat Jibril datang atas perintah Tuhan,
membawa khabar dan utusan bahwa Malaikat penjaga gunung siap diberi tugasan. Seandai
diizinkan, mereka siap menghempapkan bukit ke atas orang-orang yang telah
berbuat kejahatan kepadanya.
Kuingat lagi, bahkan sehingga kini takkan pernah kulupa
kata-kata Nabi;
“Bahkan, apa yang aku mahu dan harapkan biar Tuhan
melahirkan dari sulbi mereka suatu golongan yang menyembah Allah serta tidak
mensyirikkan-Nya.”
Nah kawan, itulah Nabiku. Istimewa bukan? Tak kasar,
sabar dan sangat mengasihi. Tak membalas kejahatan dengan kejahatan malah sudi
memaafkan. Selalu begitu. Selalu menyayangi dan memaafkan.
Dhiya’
Tawau
03 Dzul Qa’ida
1433H
0 ulasan:
Catat Ulasan