AD-DHIYA'

Tuhan, Jadikanlah Aku Cahaya!


Nota Untuk Daie: Mushaf Dan Lautan



Dakwah itu seni. Dan seni itu sinonim dengan keindahan. Maka dakwah yang berseni akan tampak indah. Seni dakwah itu adalah seni membentuk manusia. Seni membentuk hati manusia agar terikat dengan Allah. Seni melembutkan hati manusia yang keras memejal agar bisa menjadi lembut dengan siraman wahyu Ilahi. Seni yang akan membuatkan hati manusia itu hidup dan menyatu, saling kasih dan cinta sesama Muslim. Dan kemuncaknya adalah terbentuk hati yang bersih yang hanya cinta dan takutkan Allah SWT.

Dakwah itu mengajak manusia kepada kebenaran serta menolak kebatilan.

Dakwah itu menyeru manusia agar tunduk dan patuh kepada perintah Allah.

Dakwah itu membawa manusia supaya mengenal Allah secara benar.

Dakwah itu mengajar manusia perihal agama (al-Quran dan al-Hadis) agar hidup mereka sejahtera dan bahagian.

Dakwah itu diiringi dengan kasih sayang dan rasa cinta yang mendalam.

Dakwah Islamiah ada peringkat dan batasnya.

Perindahkan dakwah dengan seninya. Firman Allah SWT.

“Maka Dengan sebab rahmat (yang melimpah-limpah) dari Allah (kepadamu Wahai Muhammad), Engkau telah bersikap lemah-lembut kepada mereka (sahabat-sahabat dan pengikutmu), dan kalaulah Engkau bersikap kasar lagi keras hati, tentulah mereka lari dari kelilingmu.”
(Al-Imran: 159)

Dalam suatu sesi pembentangan seorang muslimah bertanya,

“Bagaimana kita hendak berdakwah pada pasangan yang berdua-duaan, contoh di kafe.”

“Awak rasa hendak buat macam mana?” soal pembentang semula.

“Cegah dengan kuasa, jika tidak mampu dengan kata-kata, jika tidak mampu juga, benci dalam hati.” Kata muslimah itu.

“Kalau siapa yang berani dan ada kekuatan, tegurlah.” Jawab seorang rakan lelaki.

“Senyap dah lah.” Sinis seorang lelaki.

Mungkin semua ini biasa kita dengar dan sering dibincangankan oleh pemuda-pemudi yang baru berjinak-jinak dengan dakwah. Cuba kita selami saranan Rasulullah SAW, apabila kita berhadapan dengan kemungkaran.

Cegahlah (ubah) dengan kuasa (tangan),
Jika kalian tidak mampu, cegahlah dengan kata-kata,
Jika sekiranya itupun kalian tidak mampu, bencilah dalam hati.
Dan itu adalah selemah-lemah iman.

Dakwah itu dengan kata-kata atau tanpa kata-kata.

Islam tidak membebankan seseorang dengan sesuatu yang ia tidak mampu tanggungi. Maka saranan Rasulullah itu cukup akrab dengan kita semua.

Jika kita tidak mampu dan tidak pandai berkata-kata, kita bisa berdakwah tanpa kata-kata. Dakwah yang diiringi tanpa kata-kata adalah qudwah hasanah (keteladanan). Dan ini adalah cara yang lebih praktik dan meyakinkan. Ianya berlaku secara langsung, realiti dan nyata tanpa ada kepura-puraan. Dan cara ini lebih mudah membuat hati orang tertarik dan percaya. Baginda Rasulullah SAW adalah teladan kita, firman Allah SWT.

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu."
(Al-Ahzab: 21)

Imam As-Syahid Hasan Al-Banna telah menyatakan,

"Kitab yang terletak di perpustakaan sedikit yang membacanya, tetapi seorang muslim sejati adalah 'kitab terbuka' yang semua orang membacanya. Ke mana saja ia pergi, ia adalah 'dakwah yang bergerak.”

Maka kita sendiri adalah dakwah. Hiasi diri dengan keindahan Islam maka tatkala orang melihat kita, mereka akan melihat Islam itu indah.

Mushaf dan Lautan

Syeikh Abbas As-Siisi menceritakan,

Pada suatu pagi hari Jumaat di Iskandaria saya berjalan-jalan menyusuri tepi pantai Iskandaria untuk menikmati semilir angin pantai. Saya mencari-cari tempat yang nyaman untuk duduk menghadap ke lautan lepas, seperti juga dilakukan oleh banyak pasangan muda suami-isteri. Mereka tampak begitu asyik berada di tempat itu. Tangan mereka saling bergandingan dan mereka pun larut dalam perbincangan yang hangat. Dari jauh saya melihat seorang pemuda. Umurnya belum lebih dari tiga puluh tahun. Ia berjalan menuju ke arah yang berlawanan dengan arah langkahku.

Dua matanya selalu melihat ke tanah dan tangan kanannya sesekali memegang janggutnya yang panjang.

Saya melempar pandang ke sekitar, kudapati sekelompok orang yang duduk-duduk membelakangi laut. Kini di antara mereka ada seorang pemuda yang tampak sangat tenang dan berwibawa. Ketika mengetahui ada tempat yang kosong di tengah-tengah orang banyak ini, ia pun menuju ke tempat itu lalu duduk. Tentu saja yang kaget bukan hanya saya, tetapi juga semua orang yang ada di situ. Kekagetan yang bercampur dengan perasaan tidak selesa atas suasana ini, yang tidak sesuai dengan keberadaan anak muda itu di sini.

Pandanganku terus tertuju kepadanya sembari mencari kejelasan apa sesungguhnya yang ia inginkan atau bagaimana reaksinya. Saya dapati wajahnya begitu dingin, tidak peduli dengan sekitarnya. Ia pun mulai mengeluarkan mushaf kecil dari jubahnya, dan tanpa memandang sekitar ia segera saja membacanya tanpa suara. Ia begitu asyik dan tidak hirau dengan apa pun. Ia tidak memperhatikan kecuali dua hal: mushaf dan laut.

Saya menunggu sejenak untuk mengetahui akhir dari fragmen itu. Mulailah saya menyaksikan dampaknya. Tangan-tangan yang bergandingan mulai lepas satu persatu, tubuh yang berdekatan mulai saling menjauh. Hanya itu, tanpa meninggalkan tempat tersebut. Seolah mereka ingin menunjukkan bahwa mereka tidak membenci keberadaan pemuda itu, namun di saat yang sama mereka juga merasa malu atas apa yang mereka jalani. Mereka tidak lagi melanjutkan apa yang mereka lakukan tadi.

Sungguh, betapa dakwah dengan diam yang dilakukan pemuda itu jauh lebih kuat kesannya tanpa kata-kata apa pun. Maka apalagi alasan untuk kita meyanggah dakwah.

Ibarat matahari yang tetap duduk diam dipaksinya. Tapi ia memberi cahaya kepada sekalian alam semesta. Diamnya memberi kebaikan.

Islam itu indah. Maka perindahkan dakwah anda.


Dhiya
Kampus Kusza, UDM

0 ulasan: